Mengenang Sosok Pahlawan yang Bikin Kompeni Kewalahan
KORPORAT.COM, Jakarta - Kendati telah lama wafat, rasa hormat dan kagum masyarakat Indonesia akan sosok Pangeran Diponegoro hingga kini tidaklah surut. Saat ini, tepat 169 tahun sang pahlawan wafat dalam pengasingan di Benteng Niew Amsterdam, Manado dan di Benteng Rotterdam, Makassar.
Pangeran Diponegoro tutup usia pada 8 Januari 1855 silam setelah diasingkan Kompeni Belanda sepanjang 25 tahun. Perjuangannya dalam perang Jawa tetap akan terus dikenang sebagai bentuk perjuangan bangsa mengusir penjajah dan meraih kemerdekaan .
Polri Usulkan Jenderal Hoegeng jadi Pahlawan NasionalMerangkum dari Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, Pangeran Diponegoro bernama Bendro Raden Mas Mustahar yang kemudian berganti menjadi Raden Mas Ontowiryo. Ia lahir pada 1875 dan merupakan putra dari Sultan Hamengku Buwono III.
Anak dari penguasa keraton Yogyakarta tersebut juga merupakan seorang Pahlawan Nasional karena jasanya dalam mempertahankan Tanah Air terhadap penjajahan kolonial Belanda. Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh pada 6 November 1973 silam melalui Keppres No 87/TK/1973.
Pahlawan Nasional tersebut sejak kecil telah mengambil jarak dari keraton dan memilih hidup di Tegalrejo bersama sang nenek Ratu Ageng yang merupakan permaisuri dari Hamengku Buwono I. Jauh dari kehidupan keraton rupanya membuat dirinya punya banyak pengetahuan sekaligus pengalaman termasuk relasi dan jaringan dari kalangan ulama dan santri.
Meletus Perang Jawa
Perang Diponegoro atau yang lebih dikenal Perang Jawa pecah pada 1825 silam. Peseteruan sosok pahlawan tersebut dengan penguasa terjadi lantaran tiga hal.
6 Pahlawan Nasional Baru 2023Pertama, kekuatan Belanda yang terus berusaha membenamkan pengaruh di tanah Jawa khususnya di kerajaan. Selanjutnya, pertentangan politik di lingkungan Kraton yang semakin tegang akibat turut campur Kompeni, serta beban pajak yang semakin membuat rakyat menderita.D
Dokumen Wapenfeiten van het Nederlandsch_Indisch Leger 1901-1902 dan diakses dari Delpher.Klimaks pecahnya perang tersebut saat pihak kolonial Belanda merencanakan pembangunan jalan yang melewati tanah dan komplek pemakaman leluhur Pangeran Diponegoro. Atas dasar inilah Pangeran Diponegoro mulai perlawanan dan memicu pecahnya perang.
“Perang Jawa pecah ya karna tanah milik keluarga beliau dipatok oleh Belanda untuk proyek pembangunan jalan, patok itu itu pun dicabut dan diganti dengan tombak,” ujar Sejarawan Indonesia, Firman Haris.
Meskipun perang tersebut relatif singkat sekitar 5 tahun, namun cakupannya cukup luas. Tercatat bahwa peta wilayah perang Pangeran Diponegoro meliputi wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta.
Ratu Kalinyamat: Pahlawan Nasional dari Jepara yang Ditakuti PortugisAdapun rincian wilayah yang terdampak langsung peperangan di antaranya, Magelang, Parakan, Wonosobo, Banyumas, Banjarnegara, Yogyakarta, Bagelen, dan Surakarta. Selain itu terdapat juga peperangan di Weleri, Pekalongan, Tegal, Semarang, Demak, Kudus, Purwodadi, Madiun, Pacitan, Kediri, Bojonegoro, Tuban dan Surabaya.
Meluasnya daerah perang terpaksa membuat Belanda mengirimkan pasukan dari wilayah lain di Nusantara. Disebutkan, biaya perang yang harus dikeluarkan Kompeni mencapai 20 juta Gulden.
Firman menjelaskan, “Perang Jawa ini sangat besar, bahkan Belanda sampai kehabisan pendanaan sampai-sampai perang di wilayah lain di Indonesia dihentikan untuk mengirimkan bantuan di Perang Jawa.”
Dalam perang tersebut sejumlah tokoh turut bergabung, antara lain para ulama, bangsawan atau pangeran kerajaan, serta para pejabat bupati setempat. Sultan Yogyakarta, Pakubuwono VI juga turut mendukung perjuangan sang pangeran.
Perang Jawa membuat tersebut memakan korban cukup besar. Pasukan Belanda yang gugur mencapai kurang lebih 15.000 personel yang terdiri dari 8.000 serdadu Belanda dan Eropa serta 7.000 personel dari kalangan pribumi.
Sementara, pejuang dan rakyat yang turut gugur dalam Perang Jawa diperkirakan mencapai 200.000 orang sepanjang 1825 hingga 1830. Akhirnya, Pangeran Diponegoro berserta keluarga dan pengikutnya ditangkap di Kedu, Magelang pada 8 April 1830.
Dokumen Asia Raya Sabtoe Paing 5 Mei 2605. "Terdapat cerita, ada goresan cengkraman tangan di kursi tersebut peninggalan Pangeran Diponegoro yang marah karena tahu dijebak. Kejadiannya, di kamar perundingan Pangeran Diponegoro dengan Jendral HM de Kock di Residensi Magelang," jelas Firman.
Setelah dijebak dan ditangkap, kemudian keluarga sang pahlawan tersebut dibawa ke Batavia (Jakarta) lalu diasingkan ke Benteng Niew Amsterdam, Madano, Sulawesi Utara. Belakangan, Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Benteng Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan hingga akhirnya wafat pada 8 Januari 1855. (MSM/YZD)
Komentar (0)
Login to comment on this news