Sampah Menjadi Energi Listrik, Perlu Evaluasi meski Pelik

Oleh Muhammad Yazid - korporat.com
11 Januari 2024 16:48 WIB
Ilustrasi. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)
Place your ads here

KORPORAT.COM, Jakarta - Penanganan sampah di kota padat penduduk seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar hingga kini masih menjadi persoalan yang pelik. Maklum, keterbatasan areal kerap membuat timbulan sampah semakin menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA).

Bahkan pada Agustus-Oktober 2023 lalu, sempat terjadi kebakaran besar di sejumlah TPA di kota besar. Sebut saja TPA Sarimukti Bandung Barat, TPA Jatibarang di Semarang, TPA Putri Cempo di Surakarta, serta TPA Suwung di Denpasar.

Darurat Sampah Bandung dan Upaya Penanganannya

Jumlah produksi sampah berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cukup besar. Pada tahun 2022 lalu, jumlah timbulan sampah nasional mencapai 36,18 juta ton.

Jumlah timbulan sampah tersebut kian meningkat saban tahun, sehingga perlu perluasan areal ataupun pemanfaatan sampah. Banyaknya sampah yang tidak bisa dikelola dengan baik akan menjadi permasalahan, mulai dari pencemaran lingkungan bahkan kebakaran di TPA. 

Solusi PLTSa

Terkait dengan penanganan sampah, pembangkit listrik tenaga sampah kota (PLTSa) bisa menjadi salah satu solusi untuk menurunkan volume timbunan. Sampah yang telah diolah bisa menjadi bahan bakar untuk generator menghasilkan listrik.

PLTSa Putri Cempo di Surakarta mungkin bisa menjadi salah satu contoh penanggulangan sampah kota. Pembangkit yang dapat menghasilkan energi listrik hingga 8 megawatt (MW) mulai beroperasi pada Oktober 2023 lalu.

Mulai 2024, Buang Sampah Sembarangan di Medan Didenda Rp10 Juta

Pemkot setempat optimistis gundukan sampah yang berada di TPA tersebut akan terus menyusut atau habis dalam tujuh tahun ke depan. "Ini memberikan harapan akan lingkungan yang lebih bersih dan sehat," tulis laman Pemkot Surakarta.

Sebelumnya, PLTSa Benowo di Surabaya merupakan pembangkit berbahan baku sampah pertama yang beroperasi di Indonesia. Pada Maret 2021 lalu, kapasitas pembangkit ini ditingkatkan kapasitasnya menjadi 10 megawatt (MW). 

Adapun nilai investasi untuk ekspansi pembangkit tersebut mencapai US$49,86 juta. Sejak 2015, pembangkit di Kota Pahlawan ini telah dapat menghasilkan listrik dengan kapistas sebesar 1,65 MW.

Perlu evaluasi pusat dan daerah

Sejatinya, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), pemerintah menargetkan 23 persen bauran berasal dari energi listrik baru-terbarukan. Salah satunya, lewat pembangunan 12 PLTSa.

Menyoal Kebakaran Tempat Pembuangan Sampah di Beberapa Kota

Sayangnya, hingga kini baru dua unit pembangkit yang beroperasi. "Dari 12 PLTSa, ada empat lokasi yang dijadikan prioritas, yaitu, Jakarta, Solo, Surabaya dan Bantar Gebang Bekasi. Tapi, baru dua yang eksis," ujar anggota Ombudsman RI, Hery Susanto ketika menyoroti permasalahan pengelolaan sampah dan PLTSa di Indonesia, 29 Desember 2023.

Hery mengatakan, sejatinya PLTSa dibutuhkan sebagai upaya menghilangkan sampah yang semakin banyak diproduksi masyarakat. Namun, hingga kini pemerintah belum mampu mengelolanya dengan baik.

Ombudsman juga merekomendasikan agar pemerintah pusat maupun daerah mendorong kerjasama BUMN dalam pengelolaan sampah. Rencana pembangunan PLTSa perlu dievaluasi kembali agar sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Hery mengatakan, "Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan percepatan pembangunan PLTSa di daerah." (MSM)

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//