Tetap Waspada Karhutla Meski El Nino Mereda
KORPORAT.COM, Jakarta - Kemarau panjang yang terjadi sepanjang 2023 lalu rupanya menjadi pemicu utama meluasnya areal kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia. Akibatnya, jumlah hamparan yang hangus terbakar jauh lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, periode Januari-Oktober 2023 lahan yang terbakar mencapai 994.313,18 hektare (ha). Perubahan iklim El-Nino alias musim kemarau kering yang terjadi dalam siklus empat tahunan merupakan penyebabnya.
POINTER: Berjibaku Atasi Karhutla dan Jerubu"Karhutla di tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil hingga 30,80 persen dibandingkan 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama. Bahkan, kondisi tahun 2023, jauh lebih kering," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi Kementerian LHK dalam refleksi kinerja tahunan pada 28 Desember 2023 lalu.
Ia mengklaim, upaya antisipasi yang dilakukan berbagai pihak untuk meminimalkan Karhutla cenderung berhasil, sehingga mampu menekan jumlah luasan lahan yang terbakar. Di antaranya, pendeteksian dini serta memperkuat patroli pencegahan di lokasi yang rawan kebakaran.
Selain itu, Karhutla yang terjadi pada 2023 juga tidak terdeteksi pelanggaran asap lintas batas ke negara tetangga. Laksmi mengatakan, "Pencapaian tersebut akan menjadi semangat dan modal baru untuk melangkah lebih maju untuk tahun-tahun berikutnya."
Faktor manusia
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terdapat delapan wilayah pegunungan di Indonesia terdampak Karhutla pada tahun lalu. Masing-masing yakni, Di antaranya, Gunung Ciremai, Gunung Arjuno, Gunung Sumbing, Gunung Bromo, Gunung Lawu, Gunung Merbabu, Gunung Agung, dan Gunung Abang.
Data Perbandingan Karhutla 2015 dan 2023 yang Disebut JokowiSelain musim kering dan kemarau panjang, faktor kelalaian manusia turut meningkatkan potensi kebakaran lahan. Salah satunya, penggunaan flare ini yang kemudian memicu kebakaran di Bukit Teletubbies dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada 6 September 2023 silam.
BNPB mencatat, banyak kebakaran di areal pegunungan yang terjadi pada Agustus hingga Oktober 2023 silam. Medan tempuh yang sulit membuat tim gabungan terkadang kesulitan mengatasi karhulta di lereng-lereng pegunungan.
"Satgas darat merupakan komponen utama, tanpa satgas darat sulit kita bisa memadamkan api. Operasi udara adalah komponen pendukung yang menjadi upaya terakhir dilakukan. Jangan sampai api membesar, kalau api sudah besar semua upaya bisa sia-sia,” ujar Kepala BNPB Suharyanto.
Menyikapi masih tingginya potensi Karhutla, BNPB meminta masing-masing kepala daerah di wilayah prioritas untuk mengedepankan upaya pencegahan. Misalnya, apel kesiapsiagan, sosialisasi kepada masyarakat, pengecekan sumber air hingga penetapan status keadaan darurat.
Februari kemarau
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memandang, masyarakat untuk tetap melakukan langkah antisipatif terhadap potensi cuaca ekstrem di tahun ini. Misalnya, curah hujan tahunan yang melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normal sehingga memicu bencana banjir ataupun tanah longsor.
Asap Karhutla Mulai Ganggu Aktivitas Warga Kalimantan TengahPotensi curah hujan di bawah normal juga akan dapat memicu kekeringan dan dampak lanjutan, seperti Karhutla. "Perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau," ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan.
BKMG memproyeksikan, musim kemarau 2024 tidak sekering kemarau tahun sebelumnya. Namun, tetap perlu diwaspadai potensi Karhulta khususnya pada periode kemarau pertama pada Februari mendatang.
Ardhasena mengatakan, "Waspadai potensi Karhutla untuk wilayah pesisir Sumatera bagian Timur. Pada periode kemarau periode kedua mulai Mei 2024 untuk wilayah lainnya."
Komentar (0)
Login to comment on this news