Angka Keramat Rupiah dan Salah Kaprah Menilai Pelemahan Nilai Tukar

Oleh Issa Almawadi - korporat.com
21 April 2024 09:01 WIB
Ilustrasi. (Dokumen Bank Indonesia)
Place your ads here

KORPORAT.COM, Jakarta - Eskalasi konflik serangan Iran ke Israel memicu ketegangan regional ke tingkat global. Dampaknya pun kian nyata terhadap kondisi perekonomian.

Salah satu yang paling menonjol adalah pelemahan nilai tukar mata uang beberapa negara, termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs JISDOR hingga 19 April 2024 berada di level Rp16.280.

Catatan itu membuat rupiah mencatat level terendah tahun ini, bahkan sejak April 2020 saat dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19. Angka Rp16.000 juga dianggap sebagai level psikologis nilai tukar rupiah, sekaligus banyak yang beranggapan sebagai angka 'keramat'.

Sementara jika dibandingkan asumsi makro dalam APBN 2024, nilai tukar rupiah saat ini sudah melemah cukup jauh. Sebagai informasi, dalam APBN 2024, asumsi nilai tukar rupiah ditetapkan Rp15.000.

Kondisi nilai tukar rupiah ini membuat pemerintah tak tinggal diam. Bahkan, sempat beredar kabar Menteri BUMN, Erick Thohir meminta beberapa BUMN seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, hingga MIND ID mengoptimalkan pembelian jumlah besar dolar AS dalam waktu singkat.

"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," kata Erick, Kamis (18/4/2024).

Erick Dorong PLN hingga Pertamina Beli Dolar dalam Jumlah Besar

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih stabil meski nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tengah anjlok.

Menurut Airlangga, kondisi rupiah cenderung lebih stabil dibanding mata uang negara lain.

Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Sidang IMF World Bank di Washington DC, 18 April 2024 memastikan akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan intervensi valuta asing.

Salah kaprah

Melihat kondisi ini, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual menilai, banyak pihak sering salah kaprah dalam memahami pelemahan nilai tukar rupiah. Dalam hal ini, David tak hanya menyinggung soal nilai tukar yang sampai Rp16.000 saja, melainkan level-level lainnya.

"Jadi tidak ada angka keramat di level berapa pun. Sebenarnya, jangan hanya melihat nominalnya saja tapi persentase perubahannya," kata David kepada Fakta.com, Jumat (19/4/2024).

Meski mengacu JISDOR rupiah sudah melemah 5,45% dari akhir 2023, namun David menyampaikan, sebelum ada gejolak saat ini pelemahan rupiah hanya berkisar 1,5%-2%. Angka itu, kata David masih jauh lebih baik dibandingkan nilai tukar mata uang negara lain.

David mengungkapkan, mata uang Jepang sebelum lebaran sempat ada gejolak sampai 12% dan terakhir telah melemah 15%. Meski begitu, ada juga mata uang negara lain yang justru menguat di tengah eskalasi konflik Iran dan Israel ini.

Di luar konflik itu, David menjelaskan, pelemahan rupiah juga terdampak kebutuhan dolar yang cukup besar. Mulai dari pembayaran dividen, kebutuhan impor, hingga pembayaran utang.

Eskalasi Iran dan Israel Meningkat, IHSG Kembali Anjlok

Terlepas dari itu, David menilai nilai tukar rupiah cukup stabil dalam 10 tahun terakhir. "Deviasinya atau naik turunnya tidak terlalu tinggi berkisar 10-15 basis poin dibandingkan sebelum-sebelumnya yang bisa mencapai ratusan basis poin," ujarnya.

Pada intinya, nilai tukar rupiah akan tergantung dari inflasi. Di sini, David pun memprediksi bahwa Bank Indonesia belum akan menurunkan bunga acuannya.

"Yang penting inflasi dijaga, mata uang akan baik," tutur dia.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//