Pajak Hiburan 75 Persen Bisa jadi Bumerang bagi Pemerintah
KORPORAT.COM, Jakarta - Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Ronny Bako mengkritik keputusan pemerintah yang memberlakukan tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa kesenian dan hiburan tertentu hingga 75%.
Menurut dia, keputusan tersebut tidak mendukung iklim usaha, utamanya di bidang kepariwisataan, mengingat sektor ini baru mulai pulih usai mengalami tekanan selama pandemi COVID-19 yang lalu.
“Kegiatan hiburan ini pungutan pajaknya bersifat pajak daerah, tapi tarifnya saya kira tidak masuk akal,” ujarnya kepada Fakta.com melalui pesan tertulis, dikutip Rabu (17/1/2024).
Ronny khawatir, kegiatan dunia usaha yang dimaksud bisa mengalami kerugian, sehingga bukan saja pajak hiburan yang sulit ditagih namun juga pajak orang pribadi hingga pajak perusahaan.
“Pelaku usaha bisa mengajukan insentif (permohonan pengurangan tarif) kepada pemerintah daerah selaku pemungut pajak di lapangan. Atau mengajukan judicial review agar bisa mendapat solusi komprehensif. Saya kira bisa juga dua-duanya,” kata dia.
Keberatan Pajak Hiburan? Kemenkeu Persilakan Ajukan Judicial ReviewRonny berharap, ke depan penerapan pajak hiburan ini bisa lebih mendukung kegiatan bisnis sebagai salah satu motor ekonomi. Selain itu, dia mendorong pemerintah agar lebih melakukan penataan dunia hiburan agar konsep dan aturan yang dihasilkan bisa diterima semua pihak.
“Dana pajak yang dipungut diharapkan bisa lebih menata dunia hiburan. Saya kira dengan tarif untuk jasa hiburan tertentu sebesar 40% hingga 75% perlu dicermati agar tidak menjadi bumerang bagi pemerintah,” ucap Ronny.
Terpisah, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu sudah mempertimbangkan bahwa jasa hiburan tersebut pada umumnya hanya dikonsumsi masyarakat tertentu.
“Ini mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara.
Sempat Hanya Rp477 M, Penerimaan Pajak Hiburan Kembali Sentuh Rp2 TSebagai informasi, dalam aturan lama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), tarif jasa hiburan disamaratakan maksimal 35%.
Namun, dalam regulasi baru di UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang berlaku efektif 5 Januari 2024, mayoritas tarif turun menjadi maksimal 10% dengan satu kelompok hiburan yang dipatok 40% hingga 75%. Berikut adalah daftar lengkapnya.
Tarif 10%
- Tontonan film/audio visual yang dipertontonkan di lokasi tertentu
- Pagelaran kesenian, musik, tari dan busana
- Kontes kecantikan
- Kontes Binaraga
- Pameran
- Pertunjukan sirkus, akrobat dan sulap
- Pacuan kuda dan lomba kendaraan bermotor
- Permainan ketangkasan
- Olahraga permainan
- Rekreasi wahana air, salju, pemancingan, kebun binatang
- Panti pijat dan pijat refleksi
Tarif 40% sampai dengan 75%
- Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/sauna.
Komentar (0)
Login to comment on this news