Petani Tembakau-Cengkeh Datangi DPR, Minta Cukai Khusus Rokok UMKM
KORPORAT.COM, Jakarta - Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau Se-Madura (P4TM) dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia mendatangi DPR. Mereka memohon kepada DPR agar menyampaikan aspirasi kepada pemerintah agar dihadirkan aturan baru terkait tarif cukai untuk rokok produksi UMKM.
Aspirasi itu disampaikan kedua asosiasi karena tingginya tarif cukai rokok saat ini. Mereka mengaku tarif tinggi itu membuat usaha terseok-seok sehingga sering terjadi tindakan pemasaran produk rokok tanpa pita cukai.
Ekonom Setuju Rokok Elektrik Kena Pajak dan CukaiWakil Ketua Badan legislasi DPR RI, Achmad Baidowi, yang menerima kedatangan dua organisasi itu pun mengusulkan adanya kelas cukai khusus bagi rokok produksi UMKM. Apalagi, kata Baidowi, produk rokok UMKM dalam skala terbatas, tidak semasif perusahaan rokok nasional.
“Hari ini kategori cukai rokok ada 2, kategori I dan kategori II itu kan ada batasan jumlahnya. Nah, itu mahal sekali bagi pelaku usaha kecil menengah. Sebaiknya memang ada klasifikasi lagi, diturunkan lagi. Misalnya kelas III kah, kelas IV kah sehingga itu ada klasifikasi," ujar Baidowi di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2023).
Antara Produksi Tembakau, Pendapatan Negara, dan Maraknya Rokok IlegalKepada Baidowi, para anggota asosiasi mengaku tidak berniat mangkir untuk membayar cukai. Hanya saja, tarif cukai saat ini susah dijangkau oleh para pengusaha rokok UMKM.
"Ada kewajiban (pengusaha rokok) kepada negara melalui cukai, tetapi harus terjangkau. Gimana cara pengaturannya? Ya di undang-undang pengaturannya supaya tidak memberatkan pelaku UMKM," lanjut Baidowi.
Selain mendengar keluhan asosiasi, pertemuan tersebut juga bagian dari rapat dengar pendapat umum sebagai kajian dalam penyusunan RUU tentang Komoditas Strategis Perkebunan yang telah terdaftar dalam Program Legislasi Nasional 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi dan perwakilan Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau Se-Madura (P4TM) dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia. Dokumentasi DPR RIDalam rapat itu, anggota Baleg DPR RI, Firman Soebagyo, pun mengusulkan agar penyusunan RUU Komoditas Strategis melibatkan pakar kesehatan, akademisi, serta aktivis kesehatan.
Meski Penerimaan Cukai Turun, Produksi Rokok Berhasil DitekanIa menekankan RUU ini harus bebas dari stigma negatif bahwa komoditas strategis, salah satunya tembakau, merusak kehidupan bangsa.
"Kita perlu perluas (serap aspirasi RUU ini) dengan mengundang para akademisi, kalau perlu ahli dan aktivis kesehatan pun kita undang. Jika (pembatasan) tidak diatur, yang disalahkan hanya karena tembakau saja. Itu tidak adil. Ingat, kita juga perlu mensejahterakan para petani. Jadi, justru jangan dimatikan nasib mereka," kata Firman.
Firman Soebagyo. Dokumentasi DPR RIUntuk diketahui, tembakau dinilai sebagai komoditas strategis yang dimiliki oleh Indonesia. Pasalnya, Indonesia merupakan negara penghasil tembakau terbesar keenam setelah Cina, Brazil, India, USA dan Malawi. Pada tahun 2023, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), volume produksi tembakau bisa mencapai 238,8 ribu ton.
Jualan Rokok hingga Rp115,9 Triliun, HM Sampoerna Raup Untung Rp8,1 TriliunTetapi, berdasarkan Buku APBN Kita edisi Januari 2024, disebutkan terjadi penurunan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) disebabkan oleh pemesanan pita cukai dan tarif realisasi yang rendah. Realisasi penerimaan CHT pada 2023 senilai Rp213,48 triliun, turun 2,35 persen dari 2022.
Komentar (0)
Login to comment on this news