Resesi Jepang-Inggris Berdampak ke RI? Begini Bacaan BI
KORPORAT.COM, Jakarta - Bank Indonesia diketahui memberikan perhatian khusus terhadap kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam dua triwulan berturut-turut (resesi).
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyatakan hal itu dimaksudkan untuk mengatasi dampak rambatan ke perekonomian dalam negeri.
“Kontraksi pertumbuhan di Inggris dan Jepang dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi,” ujar dia usai dalam jumpa pers usai Rapat Dewan Gubernur, Rabu (21/2/2024).
Perry menjelaskan, kondisi tidak menguntungkan diperberat oleh eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut dan bisa mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga komoditas pangan serta energi.
“Ini dapat menahan laju penurunan inflasi,” tutur dia.
Ekonomi Global Diyakini Lebih Cerah, AS dan India jadi ProtagonisDalam perkembangannya, sentimen negatif mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia masih tinggi.
Perry mencatat, suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan baru mulai turun pada semester II/2024, sejalan dengan inflasi Amerika Serikat yang masih tinggi.
“Yield US treasury kembali meningkat dipicu dengan premi risiko jangka panjang (term-premia),” kata dia.
Alhasil, terjadi penguatan dolar AS secara global yang menahan berlanjutnya aliran masuk modal asing. Akibatnya,meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market.
“Kondisi ini memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global, termasuk di Indonesia,” jelas Perry.
Sri Mulyani Ungkap Peran Sentral APBN dalam Perekonomian NasionalSebagai informasi, Jepang dan Inggris merupakan mitra penting bagi RI. Hal itu tercermin dari nilai perdagangan yang mencapai miliaran dolar setiap tahun.
Secara terperinci, Indonesia pada 2023 membukukan surplus perdagangan sebesar US$4,5 miliar dengan Jepang. Angka itu didapat dari nilai ekspor yang sebesar US$20,7 miliar berbanding impor US$16,5 miliar.
Pun demikian dengan Inggris. RI sukses mencetak surplus US$353,3 miliar, hasil dari ekspor sebesar US$1,5 miliar berbanding impor US$1,1 miliar.
Meski meraih torehan moncer, namun perlambatan ekonomi di kedua negara perlu diwaspadai. Hal itu terekam dari anjolknya surplus yang berasal kedua negara, masing-masing Jepang minus 44,3% year on year (yoy) dan Inggris minus 42,9%.
Komentar (0)
Login to comment on this news