Wacana Iuran Pariwisata via Tiket Pesawat, DPR: Setop Membebani Masyarakat
KORPORAT.COM, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo menolak rencana pemerintah menarik iuran pariwisata kepada penumpang pesawat.
Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu berpotensi melanggar Undang-Undang.
“Saya menolak rencana pemerintah menarik iuran pariwisata kepada penumpang pesawat," kata Sigit dalam keterangannya, seperti dikutip dari laman resmi fraksi PKS, Selasa (23/4/2024).
Selain membebani penumpang, lanjut Sigit, penarikan iuran tersebut akan membuat tarif makin melambung. "Juga berpotensi melanggar UU, seperti UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan,” kata Sigit.
Meski Untung Rp12,9 Triliun, Pertumbuhan Laba BCA Kuartal I-2024 MelambatSigit mengatakan berdasarkan pasal 126 UU Penerbangan, penetapan tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).
Yang dimaksud biaya tuslah/tambahan (surcharge) dalam UU ini adalah biaya yang dikenakan karena terdapat biaya-biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan udara di luar perhitungan penetapan tarif jarak.
Di antaranya, biaya fluktuasi harga bahan bakar (fuel surcharge) dan biaya yang ditanggung oleh perusahaan angkutan udara karena pada saat berangkat atau pulang penerbangan tanpa penumpang, misalnya pada saat hari raya.
“Perlu diingat, iuran pariwisata yang akan diterapkan pemerintah itu jelas tidak termasuk pajak yang bisa dibebankan kepada penumpang dalam tarif tiketnya. Pajak dan Iuran itu maknanya sudah berbeda jauh," kata Sigit.
Hari Kartini, Pertamina Klaim Telah Beri Ruang Besar untuk PerempuanSelain itu, kata dia, dalam UU penerbangan, , tidak ada terminologi iuran pariwisata. "Pemerintah jangan konyol karena ini jelas berpotensi melanggar UU,” kata Sigit.
Sigit mengingatkan, penetapan tarif tiket pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat sebagaimana diatur UU Penerbangan.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi tahunan pada tahun 2023 yang tergolong rendah disebabkan penurunan komponen inflasi inti yang menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat.
“Selain 4 komponen penentu tadi, penetapan tarif pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat dan itu diatur dalam penjelasan pasal 126 ayat (3) UU penerbangan," kata Sigit.
"Pemerintah jangan konyol karena ini jelas berpotensi melanggar UU.”
Sigit Sosiantomo
Dari data BPS tentang inflasi tahun lalu, lanjutnya, dapat disimpulkan bahwa daya beli masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
"Di sisi lain, setiap penumpang pesawat sudah dikenakan passenger service charge (PSC) kalau dipaksa lagi mau menarik iuran pariwisata, itu sama saja penumpang dikenakan tambahan biaya double. Dan tidak semua penumpang naik pesawat untuk keperluan wisata,” tambahnya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Sigit menegaskan, penarikan iuran pariwisata itu tidak layak untuk diterapkan dan meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut.
“Tugas pemerintah itu adalah bagaimana memberikan kemudahan dan tarif transportasi yang terjangkau untuk rakyatnya. Bukan malah membebani dengan mengeluarkan Perpres yang notabene berpotensi melanggar UU demi menarik iuran dari masyarakat," tandasnya.
Dengan Tarif pesawat yang sekarang saja, kata Sigit, rakyat sudah banyak yang mengeluh, apalagi nanti jika ditambah komponen iuran pariwisata.
Antisipasi Gejolak Geopolitik, OJK Rilis Aturan Penanganan Permasalahan Perbankan"Jadi, sekali lagi saya tegaskan menolak rencana ini. Setop membebani masyarakat,” kata Sigit.
Sebagai informasi, pemerintah tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Indonesia Tourism Fund. Salah satu yang menjadi sorotan yakni sumber pendanaan yang berasal dari iuran pariwisata.
Pemerintah berencana mengenakan iuran pariwisata kepada penumpang pesawat. Iuran akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat.
Rencana itu diketahui dari undangan Rapat Koordinasi Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden Dana Pariwisata Berkelanjutan yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang diterbitkan 20 April lalu.
Komentar (0)
Login to comment on this news