Antisipasi Pengetatan Likuiditas, BCA Tetap Andalkan Dana Murah

Oleh Andry Winanto - korporat.com
26 Januari 2024 17:51 WIB
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja. (Dokumen BCA)
Place your ads here

KORPORAT.COM, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) menyebut bahwa periode 2024 akan diwarnai dengan tantangan dalam menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK). Indikasi tersebut sudah terlihat dari pertumbuhan dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) yang hanya sekitar 2% secara industri pada 2023.  

“Tapi kami bersyukur CASA BCA bisa tumbuh di 4,3%. Artinya kami bisa tumbuh dua kali lipat,” ujar Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja dikutip Jumat (26/1/2024).

Menurut Jahja, rendahnya pertumbuhan CASA industri tidak bisa lepas dari tingginya disparitas dengan simpanan berjangka atau term deposit. “Kemudian DPK di Industri sekitar 3% tumbuhnya, tapi kami bisa 6%, atau dua kali lipat lagi,” tutur dia.

Anomali Pertumbuhan DPK, Likuiditas Makin Ketat?

Jahja menjelaskan, kondisi ini membuat perseroan melakukan beberapa adjustment terhadap penyaluran kredit. Disebutkan bahwa DPK BCA berkisar di angka Rp1.000 triliun. Sementara catatan intermediasi sebesar Rp780 triliun. 

“Ini yang membuat kami punya kemampuan untuk men-support kredit,” kata dia.

Jahja menambahkan, setiap bank memiliki cara masing-masing dalam mengelola likuiditas dan kebutuhan ekspansi. Meski demikian, hampir bisa dipastikan struktur dana perbankan mayoritas disokong oleh CASA.

Seperti BCA yang punya porsi CASA 80%. Sementara bank lain ada yang berkisar 60% hingga 70%.

“Kalau struktur pendanaan DPK (banyak didominasi) dari term deposit, maka dari segi sensitivitas cost akan langsung terasa jika ada peningkatan term deposit. Ini membuat pengaruh terhadap cost of fund (biaya dana),” ucap Jahja.

Capai Rp48,6 Triliun, Pertumbuhan Laba BCA Melambat

“Sehingga, mau tidak mau harus menaikan (bunga) kredit kalau mau mempertahankan NIM (Net Interest Margin/selisih bunga simpanan dengan bunga kredit). Tapi kalau bank memilih tidak menaikkan (bunga kredit), risikonya adalah NIM-nya tergerus,” kata Jahja menambahkan.

Oleh karena itu, penting untuk bisa menentukan skala risiko dari sektor kredit yang akan diekspansi. Ini penting agar bisa menetapkan pricing atau besaran bunga yang bakal dikenakan. 

Sebagai informasi, BCA membukukan pertumbuhan DPK 6% year on year (yoy) menjadi Rp1.102 triliun pada sepanjang 2023. Hasil itu mendorong kenaikan total aset perseroan sebesar 7,1% menjadi Rp1.408 triliun. Sementara kredit disebutkan naik 13,9%.

Untuk diketahui, Bank Indonesia sudah memberikan sinyal bakal menurunkan BI rate pada paruh kedua 2024 dari level sekarang sebesar 6,00%.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//