Demi Reputasi, BSI Butuh Atensi
KORPORAT.COM, Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk sedang dalam sorotan publik. Terutama setelah Muhammadiyah menarik sejumlah dana simpanannya di bank dengan singkatan BSI itu.
Hingga saat ini, memang belum ada angka pasti jumlah dana yang ditarik Muhammadiyah. Namun keputusan Muhammadiyah sudah bulat.
Bahkan, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal Anwar Abbas mengatakan bahwa porsi penempatan dana Muhammadiyah terlalu terkonsentrasi di BSI, sementara penempatan dana di bank-bank syariah lain masih sedikit. Hal itu secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk).
“Sehingga bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI, baik dalam hal yang berhubungan dengan penempatan dana maupun pembiayaan. Bila hal ini terus berlangsung, maka tentu persaingan di antara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan,” kata Anwar dalam keterangan tertulis kepada awak media di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Alihkan Dana dari BSI, Muhammadiyah Ingin Ciptakan Persaingan Sehat Bank SyariahKeputusan Muhammadiyah bisa jadi menggerus reputasi BSI. Apalagi, bank yang pendiriannya diresmikan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 Februari 2021 silam itu, disiapkan untuk menjadi bank syariah terbesar di Indonesia sekaligus masuk Top 10 Global Islamic Bank.
BSI terbentuk dari hasil merger PTT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah. Izin merger tersebut dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 27 Januari 2021 melalui surat Nomor SR-3/PB.1/2021.
Alhasil, apa yang terjadi di BSI perlu mendapat atensi dari pemerintah. Apalagi dari pendirian BSI itu, tiga bank milik negara (Himbara) menjadi pemegang saham terbesar.
Memasuki tahun ke-4 perjalanan bisnisnya, BSI sebenarnya masih di jalan yang benar (on the right track). Pada 14 Maret 2023, BSI mengklaim telah masuk ke jajaran Top 10 Global Islamic Bank. Namun catatan ini dilihat dari kapitalisasi pasar saham BRIS yang saat itu menembus angka Rp131,47 triliun.
Pencapaian itu pun langsung mendapat apresiasi dari Menteri BUMN, Erick Thohir yang mengatakan, realisasi BSI masuk Top 10 Global Islamic Bank terjadi lebih cepat. "Ini membuktikan BSI memiliki resiliensi tinggi dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi," kata Erick dalam siaran pers BSI, 14 Maret 2024.
Sementara itu, kinerja keuangan BSI masih stabil bertumbuh. Per akhir 2023, perseroan meraup laba bersih Rp5,7 triliun atau naik 32,5% dari posisi 2022 Rp4,3 triliun.
Begitu juga dengan tahun ini. Dalam tiga bulan pertama, BSI sudah meraup laba Rp1,7 triliun dan kembali bertambah menjadi Rp2,2 triliun per April 2024.
Performa keuangan BSI juga diklaim tak terpengaruh oleh keputusan Muhammadiyah. Bahkan, Corporate Secretary Bank BSI, Wisnu Sunandar menegaskan bahwa saat ini kondisi keuangan perusahaan sangat stabil.
"Dengan total aset per April 2024 Rp350,67 triliun dengan pertumbuhan 11,94% dan posisi DPK Rp293,2 triliun dengan pertumbuhan 9,41%," ujar Wisnu saat dikonfirmasi Fakta.com pada Jumat (7/6/2024).
Selain itu, Wisnu menyampaikan, terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat. "Terlebih bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa," katanya.
Serangan ransomware
Perhatian publik ke BSI bukan kali ini saja. Pada awal 2023, BSI juga menjadi sorotan saat ada kendala dalam beberapa layanannya, baik di cabang, BSI mobile, hingga ATM di seluruh Indonesia.
Saat itu, Direktur Utama BSI, Hery Gunardi menduga adanya serangan siber (cyber attack) hingga harus melakukan audit dan digital forensik.
Namun serangan itu tak berhenti begitu saja. BSI kembali mengalami serangan dengan dugaan pencurian data nasabah melalui serangan ransomware. Untuk yang satu ini, sempat beredar publikasi mengenai data-data yang dicuri dari BSI, hingga permintaan tebusan sebesar US$20 juta atau sekitar Rp295,6 miliar kepada BSI.
Untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi lagi, BSI memperbaiki reputasi. Dalam laporan tahunan 2023, BSI menjelaskan, dalam pengujian keamanan dan keandalan sistem
sistem aplikasi dari potensi serangan cyber crime, BSI telah melakukan Penetration Test (PenTest).
Klaim Curi Data BSI, LockBit Minta Tebusan Rp295 MiliarKemudian, untuk memastikan sistem yang akan diimplementasikan telah memenuhi standar pengembangan TI yang memadai, baik dari aspek kecukupan infrastruktur maupun keamanan TI, serta proses bisnis dan prosedur, Bank melaksanakan Release Control Board (RCB).
Selain itu, dari sisi mitigasi awal, BSI telah menerapkan aktivitas Security Operation Center serta aktivitas Threat Intelligence. Bahkan, BSI membentuk Security Incident Response Team sebagai bentuk penanganan terhadap indikasi serangan siber.
Atas beberapa sorotan itu, bagaimana langkah BSI untuk menjaga reputasinya?
Komentar (0)
Login to comment on this news