Sejumput Persoalan PMI, Sulit Pulang, TPPO, hingga Hukuman Mati

Ilustrasi. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)
Place your ads here

KORPORAT.COM, Jakarta -  Pemerintah terus berbenah untuk meningkatkan pelayanan dalam upaya perlindungan WNI di luar negeri khususnya pekerja migran Indonesia (PMI).  Berbagai persoalan hingga kini masih menjadi perhatian, mulai dari kesulitan memulangkan, perdagangan orang, hingga kasus hukum yang menjerat para penghasil devisa. 

Baru baru ini misalnya, Kantor Staf Presiden berinisiatif untuk membuat kebijakan baru yang mengatur protokol kepulangan PMI bermasalah. Pasalnya, selama ini proses pemulangan mereka tersendat lantaran terbentur prosedur kewenangan. 

Di Balik Jaringan, Sengkarut Pengungsi dan Perdagangan Orang

"Protokol ini akan memberi keleluasaan kita untuk melindungi PMI di luar negeri,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam rapat koordinasi bersama lintas kementerian/lembaga di kantornya pada Selasa, 12 Januari 2024.  

Pertemuan tersebut diikuti para perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko PMK, Bappenas, Kementerian Keuangan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).

Ia mencontohkan,  proses pemulangan PMI korban kebakaran apartemen di Korea Selatan berlangsung lama. Hal itu terjadi lantaran BP2MI sebagai pelaksana penempatan tidak diberikan kewenangan untuk memulangkan PMI Bermasalah sebelum tiba di Debarkasi atau bandara dan pelabuhan di Indonesia. 

Moeldoko mengatakan, “Memang pada akhirnya Kemenlu bisa memulangkan. Tapi itu setelah kita menggelar beberapa kali rakor. Masak nanti kalau ada PMI yang mengalami masalah kita masih harus rakor dulu baru bisa memulangkan."

Penempatan PMI naik

Berdasarkan data BP2MI, penempatan PMI  periode Januari hingga Desember 2023 mencapai 274.965. Tahun ini, diproyeksikan angkanya akan naik menjadi 300.000 penempatan. 

Maksimal US$1.500, Barang Bawaan Pekerja Migran Gratis Bea Masuk

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan, pemberantasan sindikat penempatan ilegal  serta tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih menjadi prioritas untuk dituntaskan. "Karena kita sedang berperang dengan musuh negara, kita sedang berperang dengan sekelompok orang yaitu mafia sindikat yang selama ini berpesta pora memperjualbelikan anak-anak bangsa dan karena dia mengambil keuntungan besar," ungkapnya, Kamis (18/1/2024). 

Secara umum, terdapat empat skema penempatan legal PMI. Masing-masingnya yakni, kerja sama antar pemerintah dengan negara tujuan penempatan alias G to G, kerjasama antara P3MI dengan negara penerima, penempatan perseorangan, serta penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri (UKPS).

World Bank pada tahun pernah merilis bahwa ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Padahal catatan resmi Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) hanyalah mencapai 4,7 juta orang. 

"Jadi asumsinya adalah ada 4,3 juta mereka orang Indonesia yang bekerja di luar negeri yang berangkat secara unprocedural dan diyakini oleh sindikat penempatan ilegal," kata Benny dalam rapat terbatas di Istana Presiden pertengahan 2023 lalu. 

Co Founder Migrant Care, Anis Hidayah mengatakan, hadirnya UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia membawa harapan segar  bagi perbaikan tata kelola pekerja di luar negeri. Namun sayangnya, implementasi untuk perlindungan PMI sejauh ini belum optimal. 

"Kasus penanganan perdagangan orang juga belum optimal, karena vonis hakim yang menggunakan UU TPPO relatif rendah. Kemudian, rata-rata pelaku hanyalah orang di lapangan sedangkan keterlibatan aktor negara belum dituntaskan," kata Anis. 

Ke depan, prioritas pemerintah harus lebih memperluas kerja sama G to G yang saat ini hanya mencapai 13 dari 178 negara penempatan PMI.  Hal tersebut tentunya akan memudahkan upaya diplomasi kepada negara lain untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja Indonesia. 

Selain itu, per September 2023 lalu masih terdapat 168 pekerja asal Indonesia yang tengah terjerat kasus hukuman mati. Sebagaian besar berada di Malaysia, dan selebihnya di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Laos, dan Vietnam. 

Kementerian Luar Negeri mencatat, sepanjang 2014 hingga 2023 telah berhasil berdiplomasi dalam upaya penyelamatan 360 WNI yang terjerat kasus hukuman mati. Selain itu, secara total pemerintah juga telah menuntaskan 218.313 kasus yang membelit warga lokal di luar negeri. 

“Sebanyak 360 WNI berhasil diselamatkan dari hukuman mati, repatriasi 18.022 berhasil dilakukan dari berbagai situasi darurat termasuk dari zona konflik dan bencan alam, 56 WNI berhasil dibebaskan dari penyanderaan dan lebih dari Rp 1 triliun hak hak finansial WNI berhasil dikembalikan.” kata Menteri Luar Negeri,  Retno Marsudi. (MSM/YZD)

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//