Kredit Masih Tumbuh Tinggi, Bank Perlu Mitigasi Risiko

Ekonom Mirae Sekuritas, Rully Arya (kiri). (Dokumen Mirae Sekuritas)
Place your ads here

KORPORAT.COM, Jakarta - Penyaluran kredit perbankan masih punya ruang untuk tumbuh tinggi pada tahun ini. Kondisi tersebut merupakan hasil dari kebijakan makroprudensial pemerintah yang pro-growth.

Menurut Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, pertumbuhan kredit perbankan masih akan sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia di kisaran 10%–12%. Bahkan, pertumbuhan kredit sempat sepanjang Januari-Februari 2024 berada di atas 11%.

"Pada Januari bahkan mencapai 11,8% atau tertinggi dalam 5 tahun terakhir," ujar Rully, Selasa (23/4/2024).

Rully menilai, dengan kebijakan makroprudensial yang longgar dan disertai dengan likuiditas yang masih memadai, pertumbuhan kredit masih akan tetap kuat. Sehingga, bisa mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia meski di tengah berbagai tantangan di sepanjang tahun ini.

Antisipasi Gejolak Geopolitik, OJK Rilis Aturan Penanganan Permasalahan Perbankan

Namun demikian, Rully juga menilai bank harus memitigasi risiko ke depan agar stabilitas sektor keuangan tetap terjaga. "Perbankan sepertinya memang akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit mengingat kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah berakhir per 31 Maret 2024," tuturnya.

Meski begitu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan masih stabil dalam kisaran 2,35%. Kemudian, Loan at Risk (LaR) masih cukup tinggi yaitu 11,56% per Februari 2024.

Di sisi lain, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga mulai membaik pada bulan di bulan Januari dan Februari, masing-masing sebesar 5,8% dan 5,7%, setelah tiga bulan terakhir di tahun 2023 tumbuh di bawah 4%.

Kredit Bermasalah Perbankan dalam Tren Naik

Dengan begitu, rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) juga masih relatif terjaga di bawah 85%.

Sejalan dengan Rully, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Erdiana Rae pernah menyampaikan, perbankan perlu memperhatikan berbagai risiko.

Utamanya, kata Dian, risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi. "Termasuk potensi peningkatan risiko kredit paska berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi terkait Covid-19," kata Dian.

OJK pun meminta perbankan meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai. Serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//